Selamat datang!!

Selamat Datang digubuk Rahmeen yang sederhana ini, Selamat membaca ^_^

Pilih Kategori

Senin, 24 Agustus 2015

nona-ku, always.

“maaf, aku belum bisa bersikap dewasa.” - traveliya

Mengambil sebuah keputusan adalah hal yang amat sulit bagi sebagian remaja, termasuk aku. Tak jarang keputusan yang diambil keliru yang berujung penyesalan. Atau bisa juga (kebetulan) tepat.

Dulu, awal tahun 2015 aku punya e-resolusi. Aku harus memulai semua hal dengan suasana baru. Pembaharuan dalam sikap, perubahan dalam rutinitas, termasuk rutinitas tentang kedekatan-ku dengan seseorang.

Dia memang dekat dengan-ku. Aku pun merasa dekat dengan-nya. Tapi aku sudah memutuskan, bulat.

Aku ingin melupakan dia. Jauh dari kehidupan dia. Dia yang bernama Paramita Wulandari atau nona-ku. Tak habis pikir, aku sudah sangat yakin dengan tekad itu. Padahal, aku hanya mementingkan ego-ku saja. ego yang menginginkan aku untuk mencari seorang nona baru karena nona sekarang sudah kadaluarsa.

Sekarang, aku menyesal. Sungguh menyesal. Tapi dibarengi senyum bahagia. Bahagia karena aku sudah menyadari langkah yang ku ambil keliru, tak mungkin bisa dilanjutkan karena tak sesuai dengan hati nurani. Jauhkan ego dalam mengambil keputusan.

Tak semua keputusan buruk berakhr dengan buruk. Banyak sekali pelajaran yang dapat ku ambil dari ini semua, semoga aku bisa menjaga dan mengontrol ego. Aku harus banyak belajar dan membaca lagi.

Hai nona, kau tau, kamu hanya satu. Nona ya cuma nona. Seberapa pun jauh jarak yang ku tempuh, sebanyak apa pun cewek yang ketemui, tak akan ada yang bisa menggantikan kau, nona. Tak ada nona yang lain, tak ada nona yang baru, hanya kamu nona.

Goresan cerita kita akan tetap ada, dan semoga akan terus berjalan.

Sampai kapan pun kamu adalah nona-ku. Bagian dari kisahku.

Minggu, 16 Agustus 2015

Grandma, What’s Up!!!!!

“wanita tua yang mengasuhku, wanita tua yang membacakan dongen sebelum tidur, wanita tua yang memberikan uang jajan. Dia nenek-ku, salah satu malaikat-ku ketika kecil.”- traveliya

Sabtu, 15 agustus 2015, aku mendapat telpon dari adik-ku yang mengabarkan nenek-ku sedang sakit parah. Beliau tak sadarkan diri.

Malam hari-nya aku membeli tiket pesawat setelah bulat memutuskan untuk pulang kerumah. Namun, tiket untuk jadwal penerbangan malam sudah sold out. Refleks, aku memutuskan untuk membeli tiket besok pagi. Dan untung masih tersedia.

Dengan packing singkat aku berangkat dengan dijemput travel jam 5 pagi hari. Hanya butuh waktu satu setengah jam aku tiba di bandara juanda. Ketika itu aku tak sendirian. Aku bersama pacar-ku, melis. Dia yang mengantarkan dan menemani-ku selama menunggu waktu check-in.

Rasa sedih juga, ini pertama kali ada orang yang mengantarkan-ku ke bandara. Apalagi dia pacar-ku. Aku pun berpisah dengan-nya untuk check in ke dalam bandara.

Saat aku berjalan menuju meja petugas, seperti ada yang mengikuti langkah kaki-ku dibelakang. Ku palingkan tatapan kebelakang, ada seorang lelaki berpakaian rapi. Dia menawarkan-ku untuk bertukar tiket, karena clien­-nya masih dalam perjalanan.

Aku sih oke-oke aja, tak salahnya membantu orang. Apalagi menguntungkan bagi-ku juga. Namun, aku merasa aneh, sehingga aku tetap siaga dan berhati-hati.

Akhirnya, pertukaran jadwal berjalan lancer, dan aku tiba di Banjarmasin lebih cepat dari jadwal semula.

Perjalanan ku lanjutkan dengan naik taksi antar-kota. Butuh waktu 4 jam untuk sampai ke rumah.

Pukul 5.00 WITA aku sampai dirumah. Spontan ku lepas sepatu, besalaman dengan ayah dan ibu-ku sambil menari dimana nenek-ku.

Nenek-ku menangis melihat cucu kesayangan-nya datang. Lama sekali beliau menangis. Hal itu membuat aku terharu.

Ku lihat, ingin sekali beliau berdiri dan memeluk-ku. Tapi tak mampu, untuk membuka mata pun beliau sangat sulit.

Ku peluk nenek-ku, ku kecup kening-nya. Terasa sangat panas tubuh beliau. Pasti sangat sakit.

Sekali lagi beliau menangis, seperti menandakan kalau beliau ingin sekali berdiri, memeluk-ku, dan memandangi-ku. Namun keadaan tidak sedang berpihak dengan beliau. Alhasil, hanya air mata bisa menggantikan itu semua.

Hari ini, sudah memasuki hari ketiga semenjak beliau sakit. Sakitnya tidak terlalu parah. Tekanan darah beliau rendah, sangat rendah. Hal itu yang menyebabkan sampai sekarang tak bisa berdiri sendiri, analisku.

Nenek-ku mencurahkan hatinya kalau beliau ingin sekali berdiri, berjalan, dan beraktivitas seperti biasa. Tapi ketika sudah berdiri, dunia seperti berputar, tak mengijinkan untuk berdiri.

Tak ada yang bisa ku lakukan, selain menemani nenek-ku, mengantarkan ketika mau ketoilet, dan membuatkan minum ketika beliau haus.

Tubuhnya semakin kurus, tapi aku selalu memegang teguh, kalau semua akan kembali ke Maha Kuasa. Tapi setidaknya aku bisa menjaga beliau seperti apa yang nenek-ku lakukan ketika ku kecil dulu.

sekarang, aku tak tau kapan balik ke malang. selama tak ada hal yang terlalu mendadak, aku disini, untuk nenek-ku.

Minggu, 02 Agustus 2015

Melis–telepon pertama-

Tadi malam pukul 00.00 terjadi perbincangan yang cukup panjang via telepon. Kejadian yang tidak direncanakan sama sekali. Awalnya hanya sms-an, kemudian aku telat memerikan balasan. Aku cukup sibuk karena ada kerjaan bersih-bersih. Dia pun nge-sms sampai 3x, rupanya dia menyangka aku sedang marah.

Aku yang cuek ini bisa marah? Tanyaku pada diri sendiri.

Setelah sms yang ke-3 gak aku balas, muncul-lah inisiatif-nya untuk menelpon. Paniknya membuat aku terkejut. Sebegitu penting-nya kah aku dimata Melis? Well, liat saja.

Obrolan kami dimulai dengan hal-hal ringan saja. Namun, semakin malam, semakin mengarah dewasa. Melis juga meladeni dengan baik.

Tak tau kenapa, aku suka perhatian-nya.

Tak tahu kenapa, aku tahan telepon-an sampai satu jam.

Tak tahu kenapa, aku mau di ajak telepon, yang menurut-ku kaya anak ABG aja.

Suara-nya, ketawa-nya, owh… ist so sexy.

Melis lagi kangen kepada-ku. Setidaknya itu yang dia ucapkan saat menelepon-ku. Aku hanya bisa memberikan ketenangan dengan suara malam itu, bukan dengan kehadiran disamping-nya. Aku juga sering minta maaf kalau tak bisa selalu hadir menemani-nya. Dan perlu digarisbawahi, aku tak pernah berhasil menjalin hubungan jarak jauh. Suka pun tidak, sekarang? Pengecualian.

Aku mimiliki perasaan yang sangat dalam kepada Melis. Sayang, cinta, atau suka, apa pun itu, aku hanya ingin membahagiakan-nya.

Ternyata dia mencintai-ku sudah lama. Sejak empat tahun yang lalu. Tapi dia takut atau masih belum membedakan apakah itu perasaan suka, cinta, atau sayang. Bagi-nya aku adalah teman dan sahabat terbaik-nya. Dia bercerita lepas malam itu.

Aku tak pernah menyangka akan hal itu. Meski aku juga berpikiran yang sama tapi taka da niatan untuk menjalin hubungan dengan-nya empat tahun yang lalu.

Kalau hubungan ini terjadi empat tahun yang lalu. Arrgghh.. pasti sudah hancur. Aku masih ke kanak-kanak-an. emosi-ku masih rentan. Tak mungkin bisa mengimbangi Melis yang dari dulu sudah keliatan dewasa.

Da sekarang? Aku pun tak tahu, apa ini waktu yang tepat untuk kami menjalin hubungan.

Sabtu, 01 Agustus 2015

Melis -tentang logika dan perasaan-

Hari-hari berikutnya aku makin merasakan perhatian Melis yang mengebu-gebu. Tak pernah ku sangak dia sangat detail memperhatikan pacarnya. Bisa ku tebak, mantan-mantanNya dulu juga diperlakukan begitu oleh Melis. Sungguh beruntung sekali kalian, tapi lebih beruntung lagi aku.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai nyaman, yakin dan mencoba menceritakan Melis kepada teman-teman akrab-ku. Mereka menyarankan jangan mengulangi kesalahan masa lalu, jaga Dia, serius, jangan main-main lagi. Mereka serius menginginkanKu lebih dewasa dengan hubungan sekarang ini.

Dia selalu memulai nge-sms tiap pagi. Sedangkan aku sering ketiduran ketika lag isms-an pada malam hari.

Sebenarnya aku males sms-an terus. Males mikir kalau yang dibahas sudah gak ada lagi. Tapi Melis beda, dia selalu memulai, membawa suatu bahasan yang menjadikan keadaan tak lagi membosankan. Aku suka itu.

Apalagi harus nge-sms duluan, paling males. Aku selalu merasa, pacar harus nge-sms duluan, memberi kabar duluan, ngasih perhatian duluan, dan setelah itu baru aku balas berkali-kali lipat untuk dia. Sejak kapan ego-ku seperti ini? Ku juga sudah lupa.

Teman-teman-ku banyak yang ga setuju dengan ego seperti itu. Sudah lama mereka menyarankan untuk mengubah kebiasaan seperti itu.

Slalu ku coba tapi aku merasa belum menemukan wanita yang harus diperhatikan seperti itu.

Dan sekarang, mulai terpikir kalau orang itu Melis, mungkin.

Belum pernah aku menemukan wanita seperti dia.

Dulu, aku mengira dia wanita yang cuek. Ternyata dia wanita idaman. Aku takjub denganNya. Dan sekarang mulai tergila-gila.

Tapi ada satu hal yang masih membayang-bayangi isi kepala-ku. Aku masih berpikiran dia masih sakit hati karena baru-baru aja diputusin pacarnya. Seminggu sebelum kami jadian Melis baru diputusin pacarnya. Tapi beberapa hari kemudian, mantannya tetap menelpon sambil memanggil sayang. Aku tau itu setelah mendengar cerita dari Melis. Dia bercerita dengan nada kesal.

Logika-ku, dia mungkin sedang melampiaskan rasa sakit hati dan rasa kecewaNya kepada-ku. Tapi aku bukanNya tidak nyaman dengan keadaan sekarang. Sebaliknya, aku merasa dimanjakan oleh perhatianNya. Aku hanya berjaga-jaga. Tidak menjadi cowok yang polos.

Perasaan-ku, dia mungkin saja memang begitu. Seorang wanita yang perhatian. Yang mudah sekali move on. Tak begitu mempersoalkan masa lalu. Fokusnya hanya apa yang dia jalani sekarang ini.

Dua hal ini, baik logika dan perasaan, harus tetap ada pada setiap lelaki. Dan aku lebih suka logika dan perasaan dapat berjalan berdampingan selama menjalin hubungan dengan Melis.